Rabu, 07 Desember 2016

MAKALAH ISU-ISU KEBIJAKAN TERKINI



TUGAS :
ANALISIS DAN FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK
“Isu-Isu Kebijakan Terkini”


OLEH :
ISDAYANTI
C1A113112

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015





KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa, berkat rahmat dan karunia-Nya, penulisan makalah ini dapat diselesaikan dengan waktu yang telah direncanakan. Makalah ini disusun guna menyelesaikan tugas mata kuliah Sistem Informasi Manajemen & E-Government.
Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini mungkin masih terdapat kesalahan dan kekeliruan. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca sangat saya harapkan.
Dengan segala kerendahan hati, penulis, penulis mengiucapkan banyak teribema kasih kerjasamanya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.



Kendari,      Juni  2015


Penulis








BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kebijakan publik merupakan salah satu tema yang senantiasa mendapat dan menyita perhatian publik dalam berbagai kesempatan. Kebijakan publik memang tidak serta merta muncul begitu saja, tidak pula tiba-tiba ada muncul kepermukaan publik. Kebijakan publik ada melalui proses yang begitu panjang bahkan rumit. Demikian kompleksnya suatu permasalahan terkadang bisa memakan waktu yang berbulan bulan bahkan bertahun-tahun.
Hal ini menjadi sebuah keniscayaan bahwa kebijakan publik dipengaruhi oleh sekian banyak pemangku kepentingan (stake holder). Tarik menarik kepentingan demikian hebatnya hingga masing-masing kelompok kepentingan dengan segala upaya berjuang agar kepentingannya dapat diakomodasi dalam kebijakan publik tersebut. Tak ayal segala carapun ditempuh oleh kelompok-kelompok kepentingan tersebut yang terkadang terkesan “menghalalkan cara”.
Berbagai sarana dan media digunakan, mulai dari cara yang formal mupun informal, dari meja rapat hingga turun ke jalan. Kelompok-kelompok kepentingan ini hendak meneriakan “kepentingannya” menjadi opini publik.  Ya… publik diajak untuk turut serta dalam opini yang mereka buat.  Masyarakat diajak untuk berpikir bersama yang pada akhirnya dipengaruhi hingga sepakat dengan apa yang mereka teriakan.
Tentulah ini tidak mudah, tidak seperti membalikan telapak tangan. Kelompok ini harus terus berjuang. Karena disisi jalan mereka juga terdapat kelompok yang demikian kerasnya ingin meneriakan kepentingan. Di sisi jalan yang lainnya juga ada yang meneriakan kepentingan mereka yang ternyata berbeda dengan kelompok pertama. Mereka sama-sama ingin memperoleh simpati publik, bahwa apa yang mereka teriakan adalah teriakan mereka juga. Dan dengan harapan dalam bawah sadar masyarakat bahwa betul-betul ditengah mereka ada permasalahan yang tidak perneh tersentuh oleh pemerintah.
Penetrasi yang demikian terus menerus pada akhirnya menyadarkan setiap orang bahwa ada permasalahan yang belum terurus dengan baik. dan muncullah apa yang dinakan dengan  awareness of a problem (kesadaran akan adanya masalah tertentu). Dan… think thank dibelakang ini semua paham bahwa kebijakan publik dimulai dari pembentukan persepsi dan opini publik  yang menkristal menjadi “isu kebijakan publik”. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Dunn (2000) bahwa Isu kebijakan dengan begitu lazimnya merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan rincian, penjelasan, maupun penilaian atas suatu masalah tertentu.
Inilah yang kemudian oleh pakar kebijakan publik dikatakan bahwa kelompok kepentingan ini menginginkan agar tema-tema yang mereka usung masuk ke dalam agenda kebijakan publik. Persepsi dan opini menjadi penting dan menjadi isu sentral dalam pembuatan kebijakan publik.
1.2  Rumusan Masalah

1.      Bagaimana proses lahirnya kebijakan.
2.      Apa yang dimaksud dengan isu kebijakan.
3.      Bagaimana implementasi kebijakan.
4.      Bagaiman evaluasi kebijakan.



1.3  Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui proses lahirnya kebijakan.
2.      Untuk mengetahui isu kebijakan.
3.      Untuk mengetahui implementasi.
4.      Untuk mengetahui evaluasi kebijakan.

1.4 Manfaat Penulisan
Sedangkan manfaat dari penulisan makalah ini agar mahasiswa dan pembaca dapat menjadikan makalah ini sebagai salah satu wadah untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang isu-isu kebijakan terkini, sehingga makalah ini dapat bernilai lebih lagi dikalangan mahasiswa atau pembaca.
















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Proses Lahirnya Kebijakan
Berdasarkan berbagai definisi para ahli kebijakan publik, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan. Tahap-tahap pembuatan kebijakan publik menurut William Dunn
Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut:
2.1.1. Penyusunan Agenda
Penyusunan agenda adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah ada ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan agenda publik perlu diperhitungkan. Jika sebuah isu telah menjadi masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Dalam penyusunan agenda juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Isu kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda  kebijakan.
Ada beberapa Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber, 1974; Salesbury 1976; Sandbach, 1980; Hogwood dan Gunn, 1986) diantaranya:
a.       Telah mencapai titik kritis tertentu à jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius;
b.      Telah mencapai tingkat partikularitas tertentu à berdampak dramatis; 
c.       Menyangkut emosi tertentu dari sudut kepent. orang banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa;
d.      Menjangkau dampak yang amat luas ;
e.       Mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ; 
f.       Menyangkut suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya).
Ø  Karakteristik : Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.
Ø  Ilustrasi : Legislator negara dan kosponsornya menyiapkan rancangan undang-undang mengirimkan ke Komisi Kesehatan dan Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan berhenti di komite dan tidak terpilih.
Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.
2.1.2. Formulasi kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.

2.1.3. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan.[4] Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah.
2.1.4. Penilaian/ Evaluasi Kebijakan
Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.


2.2 Isu – isu Kebijakan Terkini
2.2.1  Isu Mengenai Penanganan Bandara
Melihat keadaan bandara yang makin tidak karuan, masih banyaknya calo, pedagang asongan, ojek, supir taksi dan parkir liar, pihak PT AP II harus bertindak tegas sehingga  persoalan itu tidak menjadi pemandangan tiap hari di bandara tersibuk di Indonesia yakni  bandara Soekarno-Hatta dimana bandara ini merupakan pintu masuk dari negara lain ke negara Indonesia, sehingga untuk memunculkan kesan positif negara lain terhadap negara ini perlu adanya pembenahan dan pengelolaan secara berkesinambungan, salah satu caranya dengan membuat payung hukum yakni dengan pembuatan peraturan daerah dimana perda mengatur sanksi tegas hingga ancaman kurungan dengan sanksi itu membuat masyarakat tidak berani melanggarnya. Tetapi dalam pembuatan kebijakan ini, meamang harus ada kerja sama antara pihak swasta dan pemerintah dalam  penanganannya. Di kutip bahwa PT AP II belum serius, karena belum melakukan  pendekatan kepada pemda dan DPRD kota Tangerang.
Pemda dan DPRD kota tangerang merasa selalu siap membantu mengatasi hal tersebut, termasuk membuat perda baru di area terbatas seperti bandara. Kesemrawutan bandara memang sudah memprihatinkan akan sulit ditertibkan jika masih ada oknum yang bermain di belakang layar. Jika memang  pemerintah kota tangerang sudah menyadari hal tersebut dan belum ada tanggapan dari  pihak swasta, tatkala lebih baiknya pemerintah sebagai kepanjangan tangan rakyat  bertindak mendekatkan diri terlebih dahulu kepada pihak swasta untuk sama-sama mencari solusinya bukan membiarkannya dan menunggu.

2.2.2 Isu Mengenai Kesehatan Jiwa Dan Puskesmas
Saat ini masalah penanganan dibidang kesehatan memang sedang terbangun dilihat dari kebijakan publik yang akan dibuat pertanggal 1 januari oleh BPJS untuk menjamin kesehatan seluruh rakyat Indonesia, hal ini merupakan satu langkah awal yang perlu diberikan apresiasi. Tapi ada masalah lain mengenai kesehatan yang belum tersoroti yakni kesehatan Jiwa dalam sebuah artikel dikemukakan mengenaik pentingnya penanganan kesehatan Jiwa dan puskesmas . Masalah kesehatan Jiwa di Indonesia sangat besar. Diperkirakan ada 1 juta kasus gangguan jiwa berat. Untuk daerah Kota Bekasi kita dapat menemukan gangguan kesehatan jiwa di Yayasan Galuh (rawalumbu), disana terdiri  bukan hanya karena masalah keuangan, bahkan orang-orang berpendidikan bisa mengalami masalah tersebut sungguh memprihatinkan.
Dalam hal ini penanganan mengenai kesehatan jiwa pemerintah sudah mencanangkan Program Indonesia Bebas pasung dengan berusaha menemukan pasien yang dipasung di Masyarakat, program pasung ini hanya sebagai pelayanan kuratif dan rehabilitatif, belum menyelesaikan masalah kesehatan jiwa. Fokus pelayanan pun masih di institusi atau rumah sakit jiwa, pelayanan di rumah sakit terkesan pasif artinya menunggu masyarakat membawa orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) ke rumah sakit jiwa. Pelayanan pasif ini merugikan masyarakat karena masyarakat tidak tahu kapan memutuskan membawa  pasien ke rumah sakit jiwa, akses kerumah sakit jiwa jauh, perspektif tentang rumah sakit  jiwa bagi penderita sudah buruk dan sulit membawa mereka kesana. Makin lama dirumah sakit jiwa akan memundurkan fungsi sosial mereka. Pelayanan kesehatan jiwa seharusnya dilakukan di masyarakat. Namun ironisnya program pelayanan kesehatan jiwa di  puskesmas belum menjadi program pelayanan pokok di Indonesia. Beberapa pemerintah provinsi telah berinisiatif menjadikan pelayanan kesehatan  jiwa sebagai program pengembangan di beberapa puskesma. Namun, keberlanjutan  program ini perlu kebijakan pemerintah pusat untuk menetapkannya sebagai program  pokok. Sehingga dapat mewujudkan Indonesia sehat jiwa, program kesehatan jiwa perlu diadakan di program puskesmas. Penanganan kesehatan pada lansia di Indonesia memerlukan penanganan yang komprehensif dan holistik. Perlunya sikap Pemerintah dalam mengembangkan pelayanan kesehatan jiwa yang dapat diakses dengan cepat oleh seluruh warga Indonesia sehingga menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat Jiwa dan Jasmaninya.

2.3 Implementasi Kebijakan
Ada beberapa tahapan dalam siklus kebijakan publik dan salah satu tahapan penting dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Implementasi sering dianggap hanya sebagai  pelaksanaan dari apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau para pengambil keputusan, terkadang tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataannya, tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan kata lain implementasi merupakan tahap dimana suatu kebijakan dilaksanakan secara maksimal dan dapat mencapai tujuan kebijakan itu sendiri.
Terdapat beberapa konsep mengenai implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah sebagai berikut:
Van Meter dan Van Horn dalam Budi Winarno (2005:102) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai: ”Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usah-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan”. Tahapan implementasi suatu kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan dan sasaran direncanakan terlebih dahulu yang dilakukan dalam tahap formulasi kebijakan. Dengan demikian, tahap implementasi kebijakan terjadi hanya setelah undang-undang tentang suatu kebijakan dikeluarkan dan dana yang disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut telah tersedia. Implementasi kebijakan merupakan tahap yang bersifat praktis dan berbeda dengan formulasi kebijakan sebagai tahap yang bersifat teoritis.
Anderson (1978:25) mengemukakan bahwa: ”Policy implementation is the application by government`s administrative machinery to the problems.Kemudian Edward III (1980:1) menjelaskan bahwa: “policy implementation,… is the stage of policy making between establishment of a policy…And the consequences of the policy for the people whom it affects”.
Berdasakan penjelasan di atas, Tachjan (2006i:25) menyimpulkan bahwa implementasi kebijakan publik merupakan proses kegiatan adminsitratif yang dilakukan setelah kebijakan ditetapkan dan disetujui. Kegiatan ini terletak di antara perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan mengandung logika top-down, maksudnya menurunkan atau menafsirkan alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang bersifat konkrit atau mikro.
Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam proses kebijakan. Artinya implementasi kebijakan menentukan keberhasilan suatu proses kebijakan dimana tujuan serta dampak kebijakan dapat dihasilkan. Pentingnya implementasi kebijakan ditegaskan oleh pendapat Udoji dalam Agustino (2006:154) bahwa: “The execution of policies is as important if not more important than policy making. Policy will remain dreams or blue prints jackets unless they are implemented”.
Agustino (2006:155) menerangkan bahwa implementasi kebijakan dikenal dua pendekatan yaitu: “Pendekatan top down yang serupa dengan pendekatan command and control (Lester Stewart, 2000:108) dan pendekatan bottom up yang serupa dengan pendekatan the market approach (Lester Stewart, 2000:108). Pendekatan top down atau command and control dilakukan secara tersentralisasi dimulai dari aktor di tingkat pusat dan keputusan-keputusan diambil di tingkat pusat. Pendekatan top down bertolak dari perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administratur atau birokrat yang berada pada level bawah (street level bureaucrat)”.
Bertolak belakang dengan pendekatan top down, pendekatan bottom up  lebih menyoroti implementasi kebijakan yang terformulasi dari inisiasi warga masyarakat. Argumentasi yang diberikan adalah masalah dan persoalan yang terjadi pada level daerah hanya dapat dimengerti secara baik oleh warga setempat. Sehingga pada tahap implementasinya pun suatu kebijakan selalu melibatkan masyarakat secara partisipastif.
Tachjan (2006i:26) menjelaskan tentang unsur-unsur dari implementasi kebijakan yang mutlak harus ada yaitu:

2.3.1 Unsur Pelaksana

Unsur pelaksana adalah implementor kebijakan yang diterangkan Dimock & Dimock dalam Tachjan (2006i:28) sebagai berikut: ”Pelaksana kebijakan merupakan pihak-pihak yang menjalankan kebijakan yang terdiri dari penentuan tujuan dan sasaran organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi, pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian, penggerakkan manusia, pelaksanaan operasional, pengawasan serta penilaian”.
Pihak yang terlibat penuh dalam implementasi kebijakan publik adalah birokrasi seperti yang dijelaskan oleh Ripley dan Franklin dalam Tachjan (2006i:27): ”Bureaucracies are dominant in the implementation of programs and policies and have varying degrees of importance in other stages of the policy process. In policy and program formulation and legitimation activities, bureaucratic units play a large role, although they are not dominant”. Dengan begitu, unit-unit birokrasi menempati posisi dominan dalam implementasi kebijakan yang berbeda dengan tahap fomulasi dan penetapan kebijakan publik dimana birokrasi mempunyai peranan besar namun tidak dominan.

2.3.2 Adanya Program Yang Dilaksanakan Serta

Suatu kebijakan publik tidak mempunyai arti penting tanpa tindakan-tindakan riil yang dilakukan dengan program, kegiatan atau proyek. Hal ini dikemukakan oleh Grindle dalam Tachjan (2006i:31) bahwa ”Implementation is that set of activities directed toward putting out a program into effect”. Menurut Terry dalam Tachjan (2006:31) program merupakan;
A program can be defined as a comprehensive plan that includes future use of different resources in an integrated pattern and establish a sequence of required actions and time schedules for each in order to achieve stated objective. The make up of a program can include objectives, policies, procedures, methods, standards and budgets”.
Maksudnya, program merupakan rencana yang bersifat komprehensif yang sudah menggambarkan sumber daya yang akan digunakan dan terpadu dalam satu kesatuan. Program tersebut menggambarkan sasaran, kebijakan, prosedur, metode, standar dan budjet. Pikiran yang serupa dikemukakan oleh Siagiaan, program harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Sasaran yang dikehendaki ,
b.      Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu,
c.       Besarnya biaya yang diperlukan beserta sumbernya,
d.      Jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan dan
e.       Tenaga kerja yang dibutuhkan baik ditinjau dari segi jumlahnya maupun dilihat dari sudut kualifikasi serta keahlian dan keterampilan yang diperlukan (Siagiaan, 1985:85).

Selanjutnya, Grindle (1980:11) menjelaskan bahwa isi program harus menggambarkan; “kepentingan yang dipengaruhi (interest affected),  jenis manfaat (type of benefit), derajat perubahan yang diinginkan (extent of change envisioned), status pembuat keputusan (site of decision making),pelaksana program (program implementers) serta sumberdaya yang tersedia (resources commited)”.
Program dalam konteks implementasi kebijakan publik terdiri dari beberapa tahap yaitu:
a.       Merancang bangun (design) program beserta perincian tugas dan perumusan tujuan yang jelas, penentuan ukuran prestasi yang jelas serta biaya dan waktu.
  1. Melaksanakan (aplication) program dengan mendayagunakan struktur-struktur dan personalia, dana serta sumber-sumber lainnya, prosedur dan metode yang tepat.
  2. Membangun sistem penjadwalan, monitoring dan sarana-sarana pengawasan yang tepat guna serta evaluasi (hasil) pelaksanaan kebijakan (Tachjan, 2006i:35)

2.3.4  Target Group Atau Kelompok Sasaran.

Unsur yang terakhir adalah target group atau kelompok sasaran, Tachjan (2006i:35) mendefinisikan bahwa: ”target group yaitu sekelompok orang atau organisasi dalam masyarakat yang akan menerima barang atau jasa yang akan dipengaruhi perilakunya oleh kebijakan”. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan kelompok sasaran dalam konteks implementasi kebijakan bahwa karakteristik yang dimiliki oleh kelompok sasaran seperti: besaran kelompok, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman, usia serta kondisi sosial ekonomi mempengaruhi terhadap efektivitas implementasi.
Untuk dapat mengkaji dengan baik suatu implementasi kebijakan publik perlu diketahui variabel atau faktor-faktor penentunya. Untuk menggambarkan secara jelas variabel atau faktor-faktor yang berpengaruh penting terhadap implementasi kebijakan publik serta guna penyederhanaan pemahaman, maka akan digunakan model-model implementasi kebijakan. Edwards III (1980) berpendapat dalam model implementasi kebijakannya bahwa keberhasilan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh 4 faktor sebagai berikut:

a.   Bureaucraitic Structure (Struktur Birokrasi)

Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan struktur birokrasi itu sendiri. Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi kebijakan biasanya sudah dibuat standart operation procedur (SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak agar dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan. Aspek kedua adalah struktur birokrasi, struktur birokrasi yang terlalu panjang dan terfragmentasi akan cenderung melemahkan pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.

b.   Resouces (Sumber Daya)

Sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan. Edward III dalam Widodo (2011:98) mengemukakan bahwa: bagaimanapun jelas dan konsistensinya ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk melaksanakan kebijakan secara efektif maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif. Sumber daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya ini mencakup sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan yang dijelaskan sebagai berikut :

Ø  Sumber Daya Manusia (Staff). Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia yang cukup     kualitas dan kuantitasnya. Kualitas sumber daya manusia berkaitan dengan keterampilan, dedikas, profesionalitas, dan kompetensi di bidangnya, sedangkan kuatitas berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya manusia sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi, sebab tanpa sumber daya manusia yang kehandalan sumber daya manusia, implementasi kebijakan akan berjalan lambat.
Ø  Anggaran (Budgetary). Dalam implementasi kebijakan, anggaran berkaitan dengan kecukupan modal atau investasi atas suatu program atau kebijakan untuk menjamin terlaksananya kebijakan, sebab tanpa dukungan anggaran yang memadahi, kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran. 
Ø  Fasilitas (facility). Fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Pengadaan fasilitas yang layak, seperti gedung, tanah dan peralatan perkantoran akan menunjang dalam keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan.
Ø  Informasi dan Kewenangan (Information and Authority). Informasi juga menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan, terutama informasi yang relevan dan cukup terkait bagaimana mengimplementasikan suatu kebijakan. Sementara wewenang berperan penting terutama untuk meyakinkan dan menjamin bahwa kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan yang dikehendaki.

c.       Disposisition (Sikap Pelaksana)

Kecenderungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan berperan penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau sasaran. Karakter penting yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan misalnya kejujuran dan komitmen yang tinggi. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam asa program yang telah digariskan, sedangkan komitmen yang tinggi dari pelaksana kebijakn akan membuat mereka selalu antusias dalam melaksanakan tugas, wewenang, fungsi, dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan
Sikap dari pelaksana kebijakan akan sangat berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Apabila implementator memiliki sikap yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan, sebaliknya apabila sikapnya tidak mendukung maka implementasi tidak akan terlaksana dengan baik. 

d.   Communication (Komunikasi)

Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana kebijakan (policy implementors) (Widodo, 2011:97).
Widodo kemudian menambahkan bahwa informasi perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar pelaku kebijakan dapat memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah, kelompok sasaran (target group) kebijakan, sehingga pelaku kebijakan dapat mempersiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan, agar proses implementasi kebijakan bisa berjalan  dengan efektif serta sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri.
Komunikasi dalam implementasi kebijakan mencakup beberapa dimensi penting yaitu tranformasi informasi (transimisi), kejelasan informasi (clarity) dan konsistensi informasi (consistency). Dimensi tranformasi menghendaki agar informasi tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Dimensi kejelasan menghendaki agar informasi yang jelas dan mudah dipahami, selain itu untuk menghindari kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan. Sedangkan dimensi konsistensi menghendaki agar informasi yang disampaikan harus konsisten sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak terkait.

2.2    Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan dalam perspektif alur proses/siklus kebijakan publik, menempati posisi terakhir setelah implementasi kebijakan, sehingga sudah sewajarnya jika kebijakan publik yang telah dibuat dan dilaksanakan lalu dievaluasi. Dari evaluasi akan diketahui keberhasilan atau kegagalan sebuah kebijakan, sehingga secara normatif akan diperoleh rekomendasi apakah kebijakan dapat dilanjutkan; atau perlu perbaikan sebelum dilanjutkan, atau bahkan harus dihentikan. Evaluasi juga menilai keterkaitan antara teori (kebijakan) dengan prakteknya (implementasi) dalam bentuk dampak kebijakan, apakah dampak tersebut sesuai dengan yang diperkirakan atau tidak. Dari hasil evaluasi pula kita dapat menilai apakah sebuah kebijakan/program memberikan manfaat atau tidak bagi masyarakat yang dituju. Secara normatif fungsi evaluasi sangat dibutuhkan sebagai bentuk pertanggung-jawaban publik, terlebih di masa masyarakat yang makin kritis menilai kinerja pemerintah.

2.4.1 Lingkup Studi Implementasi Dan Studi Evaluasi
Analisis kebijakan publik telah berkembang jauh sebelum minat pada studi implementasi muncul, bahkan analisis studi evaluasi telah lahir terlebih dahulu. Jika studi kebijakan publik dianalogikan sebagai induknya, maka studi implementasi adalah anak bungsu yang lahir setelah studi evaluasi (meski dalam urutan siklus kebijakan tidak akan ada evaluasi jika implementasi tidak dilakukan), lantas apa bedanya, apakah hanya lokusnya atau fokusnya ? Untuk menjawab hal tersebut terlebih dulu kita lihat ruang lingkup studi/ analisis kebijakan publik yang menjadi induk studi implementasi dan studi evaluasi.
Analisis kebijakan publik (policy analysis) adalah kajian multi disiplin terhadap kebijakan publik yang bertujuan untuk mengintegrasikan dan mengkontektualsasikan model dan riset dari disiplin – disiplin tersebut yang mengandung orientasi problem dan kebijakan (Parsons, xii). Atau yang menurut Wildavsky (1979) : analisis kebijakan publik adalah subbidang terapan yang isinya tak dapat ditentukan berdasarkan disiplin yang terbatas, tapi dengan segala sesuatu yang tampaknya sesuai dengan situasi dari masa dan hakekat dari persoalannya.
Analisis kebijakan publik menurut Harold Laswell dalam buku Parsons tersebut adalah analisis yang :
  • Multi method
  • Multi disciplinary
  • Berfokus pada problem
  • Berkaitan dengan pemetaan konstektualitas problem kebijakan, opsi kebijakan, dan hasil kebijakan
  • Bertujuan untuk mengintegrasikan pengetahuan ke dalam suatu disipilin yang menyeluruh untuk menganalisis pilihan publik dan pengambilan keputusan, …”
Dari yang dinyatakan oleh Lasswell di atas, tampaknya lingkup analisis kebijakan publik lebih berfokus pada persoalan proses pembuatan kebijakannya, yakni dari tahap pendefinisian masalah, agenda setting, formulasi kebijakan sampai legalisasi kebijakan. Sedang Parsons menyatakan ada 2 kategori luas analisis dalam studi kebijakan publik yakni :
a.       Analisis Proses Kebijakan yakni analisis bagaimana mendefinisikan proses kebijakan, dimulai dari mendefinisikan problem sampai pada implementasi dan pengevaluasiannya.
  1. Analisis dalam dan untuk proses kebijakan, yakni kajian yang menggunakan teknik analisis, riset, dan advokasi dalam pendefinisian problem sampai implementasinya. Atau dengan kata lain, kategori pertama menganalisis untuk tujuan deskripsi dan eksplanasi proses kebijakan, sedang yang kedua analisis untuk tujuan penilaian secara analitis terhadap proses kebijakan (dan jika memugkinkan bersifat presriptif  bagi  kasus yang di riset).
Dari rumusan Parsons di atas, maka analisis implementasi dan analisis evaluasi adalah bagian dari analisis kebijakan publik, hanya pada satu tahap proses dan kedalaman analisis yang berbeda tentunya. Meski demikian pada umumnya yang dipahami sebagai analisis kebijakan adalah yang lebih berfokus pada proses pembuatan kebijakan, sebagaimana yang dikatakan oleh Lasswell. Sedang analisis implementasi dan analisis evaluasi memiliki focus berbeda sesuai namanya, kendati juga tetap merupakan analisis yang multi disiplin.
Menurut rumusan Sabatier dan Mazamnian melakukan studi implementasi berarti berusaha memahami apa yang senyatanya terjadi setelah suatu program diberlakukan, yakni peristiwa dan kegiatan dalam usaha untuk mengadministrasikannya dan usaha – usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat. Dari rumusan itu, maka lingkup studi implementasi adalah seluruh kegiatan dan peristiwa yang terjadi setelah suatu kebijakan diberlakukan.
Antara analisis studi evaluasi dan analisis studi implementasi memang sering terjadi overlap, karena keduanya bisa berangkat dari permasalahan yang sama: “Mengapa kebijakan “X” tidak mencapai hasil yang diinginkan ?”, namun menjaga batas antara keduanya adalah penting, studi implementasi hanya berkaitan dengan pertanyaan bagaimana cara agen publik mengimplementasikan sebuah kebijakan untuk mencapai perubahan sebagaimana yang dimaksudkan oleh kebijakan tersebut. Lebih jelasnya dapat dilihat pada pendapat Jenkins berikut ini:
‘Studi implementasi adalah studi perubahan : bagaimana perubahan itu terjadi, bagaimana kemungkinan perubahan bisa dimunculkan. Juga merupakan studi tentang mikrostruktur dari kehidupan politik: bagaimana organisasi di dalam dan di luar system politik menjalankan fungsi mereka dan berinteraksi satu sama lain: apa memotivasi tindakan – tindakan mereka dan apa motivasi lain yang mungkin membuat mereka bertindak secara berbeda (Jenkins, 1978, p.200).
Sementara tujuan dan lingkup analisis (riset) evaluasi menurut Carol H. Weiss (1972, p.4) adalah :
“To measure the effects of a program against the goals it set out to accomplish as a means of contributing to subsequent decision making about the program and improving future programming. The effect emphasizes the outcomes of the program, rather than its efficiecy, honesty, morale, or adherence to rule or standars. The comparison of effects with goals stresses the use of explicit criteria for judging how well the program is doing”.
Weis secara tegas menyatakan bahwa tujuan analisis evaluasi lebih pada pengukuran efek dan dampak sebuah program/kebijakan pada masyarakat, dibanding pengukuran atas efisiensi, kejujuran pelaksanaan, dan lain-lain yang terkait dengan standar-standar pelaksanaan. Tujuan kebijakan itu sendiri adalah untuk menghasilkan dampak/perubahan, sehingga wajar jika untuk itulah evaluasi dilakukan. Adapun yang membedakan antara analisis studi implementasi dengan analisis studi evaluasi dapat kita lihat yang dinyatakan oleh Parsons :” … evaluation eximines ‘how public policy and the people who deliver it may be appraised, audited, valued and controlled” while the study of implementation is about “how policy is put into action and practice” (1995, p. 461).
Meskipun dilakukan secara sistematis, namun ada beberapa hal yang membedakan analisi evaluasi dengan analisis akademik lainnya, yang menurut Weiss (p. 6-7)adalah :
a.       Evaluasi ditujukan untuk pembuatan keputusan, untuk menganalisis problem sebagaimana yang didefinisikan oleh pembuat keputusan, bukan oleh periset, sebab si pembuat keputusanlah yang berkentingan terhadap hasil evaluasi.
  1. Evaluasi adalah riset yang dilakukan dalam setting kebijakan, bukan dalam setting akademik, karenanya pertanyaan-pertanyaan evaluasi diarahkan oleh  program. Peneliti tidak membangun asumsi dan hipotesisnya sendiri sebagaimana pada studi-studi lain.
  2. Evaluasi memberikan penilaian atas pencapaian tujuan, bukan mengevaluasi tujuan
Atau dari pernyataan Browne & Wildavsky : “Evaluators are able to tell us a lot about what happened – which objectives, whose objectives, were achieved – and a little about why – the causal connections (Hill & Hupe, 12), yang merupakan wilayah analisis implementasi. Karena meski tujuan dan dampak saling berinteraksi namun dampak tidak dapat dinilai melalui seperangkat tujuan yang dirumuskan secara tegas.

2.4.2 Tujuan Dan Fungsi Evaluasi
a. Tujuan Evaluasi
a.       Mengukur efek suatu program/kebijakan pada kehidupan masyarakat dengan membandingkan kondisi antara sebelum dan sesudah adanya program tersebut. Mengukur efek menunjuk pada perlunya metodologi penelitian. Sedang membandingkan efek dengan tujuan mengharuskan penggunaan kriteria untuk mengukur keberhasilan
  1. Memperoleh informasi tentang  kinerja implementasi kebijakan dan menilai kesesuaian dan perubahan program dengan rencana
  2. Memberikan umpan balik bagi manajemen dalam rangka perbaikan/ penyempurnaan implementasi
  3. Memberikan rekomendasi pada pembuat kebijakan untuk pembuatan keputusan lebih lanjut mengenai program di masa dating.
b. Fungsi Evaluasi  (William N. Dunn; Ripley)
Evaluasi kebijakan berfungsi untuk memenuhi akuntabilitas public, karenanya  sebuah kajian evaluasi harus mampu memenuhi esensi akuntabilitas tersebut, yakni:
Ø  Memberikan Eksplanasi yang logis atas realitas pelaksanaan sebuah program/kebijakan. Untuk itu dalam studi evaluasi perlu dilakukan penelitian/kajian tentang hubungan kausal atau sebab akibat.
Ø  Mengukur Kepatuhan, yakni mampu melihat  kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar dan prosedur yang telah ditetapkan.
Ø  Melakukan Auditing untuk melihat apakah output kebijakan sampai pada sasaran yang dituju? Apakah ada kebocoran dan penyimpangan pada penggunaan anggaran, apakah ada penyimpangan tujuan program, dan pada  pelaksanaan program.
Ø  Akunting untuk melihat dan mengukur akibat sosial ekonomi dari kebijakan. Misalnya seberapa jauh program yang dimaksud mampu meningkatkan pendapatan masyarakat, adakah dampak yang ditimbulkan telah sesuai dengan yang diharapkan, adakah dampak yang tak diharapkan.
2.4.3 Dimensi Evaluasi
Secara garis besar ada dua dimensi penting yang harus diperoleh informasinya dari studi dievaluasi dalam kebijakan public. Dimensi   tersebut adalah :
a.       Evaluasi kinerja pencapaian tujuan Kebijakan, yakni mengevaluasi kinerja orang-orang yang bertanggungjawab mengimplementasikan kebijakan. Darinya kita akan memperoleh jawaban atau informasi mengenai kinerja implementasi, efektifitas dan efisiensi, dlsb yang terkait.
  1. Evaluasi kebijakan dan dampaknya, yakni mengevaluasi kebijakan itu sendiri serta kandungan programnya. Darinya kita akan memperoleh informasi mengenai manfaat (efek) kebijakan, dampak (outcome) kebijakan, kesesuaian kebijakan/program dengan tujuan yang ingin dicapainya (kesesuaian antara sarana dan tujuan), dll
Kajian dalam studi evaluasi kebijakan meliputi dimensi-dimensi:
a.       Evaluasi Proses pembuatan kebijakan atau sebelum kebijakan dilaksanakan. Pada tahap ini menurut Palumbo diperlukan dua kali evaluasi, yakni
b.      Evaluasi Desain Kebijakan, untuk menilai apakah alternative-alternatif yang dipilih sudah merupakan alternative yang paling hemat dengan mengukur hubungan antara biaya dengan manfaat (cost-benefit analysis), dll yang bersifat rasional dan terukur.
c.       Evaluasi Legitimasi kebijakan, untuk menilai derajad penerimaan suatu kebijakan atau program oleh masyarakat/stakeholder/kelompok sasaran yang dituju oleh kebijakan tersebut. Metode evaluasi diperoleh melalui jajak pendapat (pooling), survery, dll.
d.      Evaluasi Formatif yang dilakukan pada saat proses implementasi kebijakan sedang berlangsung  Tujuan evaluasi formatif ini utamanya adalah untuk mengetahui seberapa jauh sebuah program diimplementasikan dan kondisi-kondisi apa yang dapat diupayakan untuk meningkatkan keberhasilannya. Dalam istilah manajemen, evaluasi formatif adalah monitoring terhadap pengaplikasian kebijakan. Evaluasi Formatif banyak melibatkan ukuran-ukuran kuantitatif sebagai pengukuran kinerja implementasi.
e.       Evaluasi Sumatif yang dilakukan pada saat kebijakan telah diimplementasikan dan memberikan dampak . Tujuan evaluasi Sumatif ini adalah untuk mengukur bagaimana efektifitas kebijakan/program  tersebut member dampak yang nyata pada problem yang ditangani.



















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kebijakan publik merupakan salah satu tema yang senantiasa mendapat dan menyita perhatian publik dalam berbagai kesempatan. Kebijakan publik memang tidak serta merta muncul begitu saja, tidak pula tiba-tiba ada muncul kepermukaan publik. Kebijakan publik ada melalui proses yang begitu panjang bahkan rumit. Demikian kompleksnya suatu permasalahan terkadang bisa memakan waktu yang berbulan bulan bahkan bertahun-tahun.
Hal ini menjadi sebuah keniscayaan bahwa kebijakan publik dipengaruhi oleh sekian banyak pemangku kepentingan (stake holder). Tarik menarik kepentingan demikian hebatnya hingga masing-masing kelompok kepentingan dengan segala upaya berjuang agar kepentingannya dapat diakomodasi dalam kebijakan publik tersebut. Tak ayal segala carapun ditempuh oleh kelompok-kelompok kepentingan tersebut yang terkadang terkesan “menghalalkan cara”.
3.2 Saran

Demikianlah yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masihg banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya  pengetahuan dan kurangnya rujukkan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca memberikan saran dan kritik yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini, dan penulisan makalah dikesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar